Gambar Masa Penjajahan
Dampak di Bidang Politik
Pada saat awal pendudukan, Jepang berupaya untuk menghapus pengaruh barat di Indonesia dan mengumpulkan dukungan dari rakyat Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menghapuskan penggunaan bahasa Belanda.
Selain itu, Jepang juga melakukan beberapa kebijakan politik, di antaranya adalah sebagai berikut:
Jepang membagi wilayah Indonesia menjadi dua bagian yaitu bagian yang dikuasai oleh angkatan darat (Rikugun) yang menguasai Sumatera dan Malaya dan bagian yang dikuasai oleh angkatan laut (Kaigun) yang menguasai Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua.
Ketika Jepang menguasai Indonesia, Jepang melakukan reorganisasi administrasi dengan mengubah struktur pemerintahan sesuai dengan kaidah Jepang.
Jepang mengganti daerah karesidenan menjadi Syu, kabupaten menjadi Ken, kota praja menjadi Syi, kawedanan menjadi Gun, kecamatan menjadi So, desa menjadi Ku, dan RT dan RW menjadi Tonarigumi. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk memata-matai penduduk yang anti Jepang.
Dalam upayanya untuk menguasai Indonesia, Jepang melakukan berbagai propaganda. Mereka mengaku sebagai “saudara tua” dan meluncurkan gerakan 3A untuk mendapat dukungan dari masyarakat Indonesia. Selain itu, Jepang juga membentuk beberapa organisasi propaganda yang dipimpin oleh tokoh-tokoh penting di Indonesia. Tujuannya adalah untuk membuat rakyat Indonesia mendukung Jepang.
Beberapa organisasi propaganda yang dibentuk oleh Jepang antara lain Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) yang dipimpin oleh Bung Karno dan Bung Hatta, Badan Pertimbangan Pusat (CHUO SANGI IN) yang dipimpin oleh Bung Karno, Himpunan Kebaktian Jawa (Jawa Hokokai) yang dipimpin oleh Gunseikan dan Soekarno sebagai penasihat utama.
Setiap tanggal 30 Oktober, seluruh Insan Kementerian Keuangan memperingati Hari Oeang Republik Indonesia atau HORI. Buku ORIDA: Oeang Republik Indonesia Daerah 1947 – 1949 cocok untuk dijadikan sebagai referensi dalam mengetahui sejarah uang Indonesia.
Dampak Masa Penjajahan Jepang di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, sehingga beberapa negara seperti Belanda dan Jepang datang untuk mengeksploitasi sumber daya tersebut. Setelah penjajahan, negara yang pernah menjajah mengaku sebagai saudara dengan orang Indonesia. Misalnya Jepang yang menyebut diri sebagai saudara tua Indonesia (Hakko Ichiu).
Pada 11 Januari 1942, Jepang pertama kali datang ke Indonesia dan memilih Tarakan, Kalimantan Timur sebagai wilayah pertama yang dituju. Hal ini dikarenakan Jepang sangat membutuhkan suplai bahan bakar minyak setelah hubungannya dengan Amerika Serikat terputus dan mencari wilayah yang memiliki sumber bahan bakar minyak, salah satunya Indonesia.
Jepang mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur yang pada saat itu dikuasai oleh Belanda. Pada awalnya, kedatangan Jepang ini disambut baik oleh rakyat Indonesia karena Jepang mengaku sebagai saudara tua dan menjanjikan untuk mengusir sekutu.
Rakyat Indonesia pun percaya dengan gerakan 3A (Jepang cahaya Asia, Jepang pemimpin Asia, dan Jepang pelindung Asia) yang diharapkan akan menjadi titik awal untuk melepaskan diri dari penjajahan.
Namun, kenyataannya sangat berbeda dari harapan. Gerakan 3A merupakan strategi Jepang untuk menguasai Indonesia dan melakukan eksploitasi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Selama 3,5 tahun, Jepang berhasil menguasai Indonesia dan meninggalkan sejarah yang kelam karena kekejaman yang dilakukan.
Rakyat Indonesia mengalami penderitaan selama pendudukan Jepang, seperti siksaan fisik, pendetensian tanpa alasan yang jelas, perbudakan seks, kerja paksa yang tidak manusiawi, dan banyak kerugian lainnya.
Karena masa penjajahan Jepang di Indonesia selama 3,5 tahun lamanya meninggalkan beberapa dampak mulai dari bidang ekonomi, sosial hingga politik. Berikut penjelasannya.
Pelayaran yang Dipimpin Ferdinand Magelhaens
Magellan atau Magelhaens adalah seseorang yang telah cukup lama bekerja di pemerintahan Spanyol yang juga merupakan keturunan Portugis. Sama halnya seperti Columbus, Magelhaens juga memiliki ambisi untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah yang baru.
Pada akhirnya, Magelhaens pun berangkat dari Spanyol untuk melakukan ekspedisi di tanggal 10 Agustus 1519. Dia pergi bersama 165 awak kapal yang terbagi dalam 5 kapal berbeda.
Dalam ekspedisinya ini, Magelhaens dibantu oleh Kapten Juan Sebastian del Cano sebagai kapten dari kapal yang ditumpanginya itu. Dalam kapal tersebut juga terdapat seorang penulis dari Italia yang bernama Pigafetta. Kisah perjalanan Magelhaens ini pun kemudian ditulis oleh Pigafetta secara khusus.
Pelayaran Magelhaens bersama del Cano masih melanjutkan jalur dari ekspedisi Columbus. Mereka melalui Samudra Atlantik kemudian menuju ke arah barat hingga ke pantai timur Amerika Selatan. Setelah itu, mereka juga melanjutkan perjalanan ke ujung Benua Amerika dan melewati suatu selat yang mereka namai sebagai selat Magelhaens.
Pada 1521, Magelhaens melalui Samudra Pasifik dan sampai di sebuah pulau bernama Kepulauan Massava. Pulau ini pun kemudian berganti nama menjadi Filipina yang diambil dari nama Raja Spanyol pada waktu itu, Raja Philips III. Di daerah ini, Magelhaens juga membuat tugu peringatan sebagai tanda jika Filipina merupakan salah satu wilayah dari Spanyol.
Selain itu, Magelhaens juga menyebarkan agama di setiap daerah yang dia singgahi. Namun ternyata, penyebaran agama ini menimbulkan berbagai perlawanan di sebagian wilayahnya. Salah satu perlawanan atas penyebaran agama tersebut dilakukan oleh orang-orang Mactan yang mengakibatkan tewasnya Magelhaens di Filipina.
Akhirnya, orang-orang Spanyol yang tersisa pun harus meninggalkan Filipina untuk kembali berlayar ke daerah Selatan. Dengan dua kapal yang tersisa, yakni kapal Victoria dan kapal Trinidad, mereka berlabuh di Maluku setelah melewati Kalimantan Utara. Di Maluku ini, mereka akhirnya berhasil menemukan rempah-rempah.
Pelayaran yang Dipimpin Christopher Columbus
Christopher Columbus adalah seorang nahkoda handal yang dikenal juga sebagai pedagang dan penjelajah lautan. Ketika Eropa sedang mencari jalan menuju Asia Timur, dia percaya bahwa berlayar ke arah barat dan melintasi Samudra Atlantik adalah jalan tercepat menemukan Asia.
Rencana ekspedisi ini sempat akan gagal karena terkendala biaya. Namun, Columbus berhasil meyakinkan Ratu Isabella untuk mendanai pelayarannya. Pelayaran ini sebenarnya berisiko sangat tinggi, para awak kapal pun merasa ingin membatalkannya, tetapi Columbus tetap merasa yakin dengan rencananya dan melanjutkan ekspedisi pada 3 Agustus 1492 dengan 3 kapal yang berisi 120 pelaut.
Perjalanan ini pertama kali berlabuh di Kepulauan Canary yang berada di lepas pantai Afrika. Mereka pun melanjutkan perjalanan dari Kepulauan Canary pada 6 September dengan berlayar ke arah barat. Akhirnya Columbus menemukan sebuah daratan baru yang mereka anggap sebagai India. Ternyata, daerah tersebut adalah Kepulauan Salvador yang berada di Benua Amerika.
Columbus sendiri melakukan empat kali perjalanan dalam ekspedisinya mencari daratan baru. Pada perjalanan pertama mereka berhasil menemukan San Salvador dan menjelajahi wilayah sekitarnya. Pada perjalanan kedua, dia berlabuh di Hospinia sepanjang selatan kota Kuba yang kemudian dia namai sebagai pulau Dominika.
Pada perjalanan ketiga, dia memperluas daerah jajahannya ke selatan Amerika, khususnya Trinidad dan Venezuela. Dan untuk perjalanan keempatnya, Columbus berlayar hingga ke Honduras, Panama (Amerika Tengah), Meksiko, dan Santiago (Jamaica).
Dampak di Bidang Politik
Pada saat awal pendudukan, Jepang berupaya untuk menghapus pengaruh barat di Indonesia dan mengumpulkan dukungan dari rakyat Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menghapuskan penggunaan bahasa Belanda.
Selain itu, Jepang juga melakukan beberapa kebijakan politik, di antaranya adalah sebagai berikut:
Jepang membagi wilayah Indonesia menjadi dua bagian yaitu bagian yang dikuasai oleh angkatan darat (Rikugun) yang menguasai Sumatera dan Malaya dan bagian yang dikuasai oleh angkatan laut (Kaigun) yang menguasai Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua.
Ketika Jepang menguasai Indonesia, Jepang melakukan reorganisasi administrasi dengan mengubah struktur pemerintahan sesuai dengan kaidah Jepang.
Jepang mengganti daerah karesidenan menjadi Syu, kabupaten menjadi Ken, kota praja menjadi Syi, kawedanan menjadi Gun, kecamatan menjadi So, desa menjadi Ku, dan RT dan RW menjadi Tonarigumi. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk memata-matai penduduk yang anti Jepang.
Dalam upayanya untuk menguasai Indonesia, Jepang melakukan berbagai propaganda. Mereka mengaku sebagai “saudara tua” dan meluncurkan gerakan 3A untuk mendapat dukungan dari masyarakat Indonesia. Selain itu, Jepang juga membentuk beberapa organisasi propaganda yang dipimpin oleh tokoh-tokoh penting di Indonesia. Tujuannya adalah untuk membuat rakyat Indonesia mendukung Jepang.
Beberapa organisasi propaganda yang dibentuk oleh Jepang antara lain Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) yang dipimpin oleh Bung Karno dan Bung Hatta, Badan Pertimbangan Pusat (CHUO SANGI IN) yang dipimpin oleh Bung Karno, Himpunan Kebaktian Jawa (Jawa Hokokai) yang dipimpin oleh Gunseikan dan Soekarno sebagai penasihat utama.
Setiap tanggal 30 Oktober, seluruh Insan Kementerian Keuangan memperingati Hari Oeang Republik Indonesia atau HORI. Buku ORIDA: Oeang Republik Indonesia Daerah 1947 – 1949 cocok untuk dijadikan sebagai referensi dalam mengetahui sejarah uang Indonesia.
Masa Hindia Belanda di Bawah Pemerintahan Belanda-Prancis (1800-1811)
Setelah VOC dibubarkan pada 1799, tanggung jawabnya diambil alih oleh Hindia Belanda (Nederlands Indies), yaitu wilayah pemerintahan jajahan di bawah Kerajaaan Belanda. Pengambilan kekuasaan ini bertujuan agar wilayah Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda. Pemerintahan Belanda hanya bertahan sampai 1806, saat itu Belanda yang menggantikan VOC harus menanggung hutang-hutang VOC.
Nusantara pada saat ini dikenal dengan nama Hindia Belanda (Nederlandsch–Indische), karena wilayah Indonesia pada masa tersebut langsung diperintah oleh Belanda. Pada masa ini masih berdiri kerajaan-kerajaan daerah yang memiliki kedaulatannya masing-masing, walaupun beberapa kerajaan daerah sudah dikontrol atau dikuasai oleh Belanda.
Pada tahun 1792–1802 terjadi perang Revolusi Prancis di Eropa. Belanda turut mengalami peperangan melawan Prancis. Akhirnya pada tahun 1806, Prancis menguasai pemerintahan Belanda yang ada di Eropa. Pemerintahan Hindia Belanda diambil alih oleh Perancis pada tahun 1808. Dengan demikian, secara tidak langsung Indonesia pernah dikuasai oleh Prancis.
Herman Willem Daendels diutus oleh Lodewijk (Louis) Napoleon untuk menjadi Gubernur yang menjabat di Batavia dengan tugas utama yaitu mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Tuntutan pemerintahan Belanda kepada Daendels hanyalah pada sektor pertahanan dan ketentaraan.
Untuk menambah kekuatan militernya, Daendels melatih orang-orang pribumi Nusantara menjadi tentaranya, sebab tidak mungkin Daendels merekrut orang – orang dari negara Belanda yang kemudian didatangkan ke Hindia Belanda.Daendels membuat sistem kerja paksa atau kerja rodi.
Kegiatan memperkuat militer Prancis juga sejalan dengan pembangunan pos jaga atau benteng-benteng, pabrik mesiu dan juga rumah sakit tentara. Selain itu, guna mempertahankan pemerintahan di pulau Jawa, Daendels mendirikan jalan Grote Postweg (Jalan Raya Pos) atau sekarang dikenal dengan Pantura dari Anyer, Jawa Barat hingga Panarukan, Jawa Timur.
Pembangunan jalan Jalan Raya Pos menggunakan sistem kerja paksa atau kerja rodi yang dilakukan rakyat pribumi secara paksa dan tanpa upah. Keberhasilan pembangunan jalan pos ini merupakan pencapaian yang gemilang oleh pemerintahan Daendels, namun disisi lain bagi orang-orang Indonesia setiap jengkal jalan pantura merupakan rintihan jiwa orang yang mati dari pribumi yang dipekerjakan secara paksa.
Setelah pembuatan Jalan Raya Pos selesai, Daendels memerintahkan untuk membuat perahu – perahu kecil dan kemudian membuat pelabuhan – pelabuhan untuk tempat bersandarnya kapal perang, rencana pembuatan pelabuhan ini akan dibangun di daerah Banten Selatan. Pembangunan pelabuhan juga memakan korban jiwa yang tidak sedikit bagi warga Banten yang diakibatkan dari penyakit malaria yang menyerang para pekerja paksa.
Akhirnya pembangunan pelabuhan tidak terselesaikan. Meskipun demikian, Daendels bersikeras untuk tetap menyelesaikan pembangunan pelabuhan dan di sisi lain Sultan Banten menentangnya. Daendels menganggap jiwa para pekerja paksa orang-orang Banten tidak ada harganya, sehingga mangakibatkan pecahnya perang antara pemerintahan Daendels melawan Kerajaan Banten.
Pada 1810, Kerajaan Belanda di bawah pemerintahan Louis Napoleon dihapuskan oleh Napoleon menjadi kekuasaan Perancis. Otomatis Indonesia berganti dari pemerintahan Belanda beralih ke pemerintahan Prancis. Akibat tindakannya yang otoriter, pada 1811 Daendels di panggil kembali oleh Napoleon untuk kembali ke Eropa dan digantikan Gubernur Jansens.
Berikut ini adalah kebijakan – kebijakan yang dilakukan Daendels selama Dendels menjabat di Indonesia terutama di pulau Jawa.
1. Bidang Pertahanan dan Keamanan Daendels membangun benteng pertahanan, membangun Grote Postweg dari Anyer hingga Panarukan dan pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujung Kulon. Ia juga mengangkat pribumi sebagai tentara Daendels.
2. Bidang Pemerintahan Daendels membatasi kekuasaan raja-raja di Jawa. Ia membagi Jawa menjadi 9 daerah prefektur yang masing-masing prefektur dipimpin oleh seorang gubernur. Bupati sebagai penguasa diubah menjadi pegawai pemerintahan yang kemudian digaji. Wilayah Kerajaan Banten dan Cirebon dihapuskan dan dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan kolonial.
3. Bidang Sosial dan Ekonomi Daendels memaksakan perjanjian kepada penguasa Surakarta dan Yogyakarta untuk melebur ke dalam pemerintahan kolonial, meningkatan pemasukan dari pajak, meningkatkan kegiatan penanaman paksa dan penyerahan wajib hasil bumi, serta melakukan penjualan tanah kepada pihak swasta
Daendels juga memberantas sistem tuan tanah (feodal) yang sebelumnya digunakan oleh VOC. Selain itu Daendels juga membatasi hak-hak bupati terutama dalam hal penguasaan tanag serta pemakaian tenaga rakyat. Pemerintahan Daendels dianggap sebagai pemerintahan bertangan besi atau otoriter. Ia menerapkan disiplin, kerja keras dan kejam. Bagi yang membangkang, Daendels tidak segan untuk memberi hukuman. Hal ini dapat dilihat ketika pembangunan jalan pantura yaitu dengan menerpakan kerja paksa tanpa upah atau makanan sehingga sebagian melarikan diri akan ditangkap dan sisiksa.
Selanjutnya Daendels digantikan oleh Jan Willem Jansenn. Pemerintahan Jansen tidak berlangsung lama yaitu hanya dari 15 Mei 1811 sampai 18 September 1811 yang kemudian menyerah kepada Raffles (Inggris) yang tertuang dalam Kapitulasi Tuntang. Isi Kapitulasi Tuntang di antaranya :
Pelayaran yang Dipimpin Ferdinand Magelhaens
Magellan atau Magelhaens adalah seseorang yang telah cukup lama bekerja di pemerintahan Spanyol yang juga merupakan keturunan Portugis. Sama halnya seperti Columbus, Magelhaens juga memiliki ambisi untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah yang baru.
Pada akhirnya, Magelhaens pun berangkat dari Spanyol untuk melakukan ekspedisi di tanggal 10 Agustus 1519. Dia pergi bersama 165 awak kapal yang terbagi dalam 5 kapal berbeda.
Dalam ekspedisinya ini, Magelhaens dibantu oleh Kapten Juan Sebastian del Cano sebagai kapten dari kapal yang ditumpanginya itu. Dalam kapal tersebut juga terdapat seorang penulis dari Italia yang bernama Pigafetta. Kisah perjalanan Magelhaens ini pun kemudian ditulis oleh Pigafetta secara khusus.
Pelayaran Magelhaens bersama del Cano masih melanjutkan jalur dari ekspedisi Columbus. Mereka melalui Samudra Atlantik kemudian menuju ke arah barat hingga ke pantai timur Amerika Selatan. Setelah itu, mereka juga melanjutkan perjalanan ke ujung Benua Amerika dan melewati suatu selat yang mereka namai sebagai selat Magelhaens.
Pada 1521, Magelhaens melalui Samudra Pasifik dan sampai di sebuah pulau bernama Kepulauan Massava. Pulau ini pun kemudian berganti nama menjadi Filipina yang diambil dari nama Raja Spanyol pada waktu itu, Raja Philips III. Di daerah ini, Magelhaens juga membuat tugu peringatan sebagai tanda jika Filipina merupakan salah satu wilayah dari Spanyol.
Selain itu, Magelhaens juga menyebarkan agama di setiap daerah yang dia singgahi. Namun ternyata, penyebaran agama ini menimbulkan berbagai perlawanan di sebagian wilayahnya. Salah satu perlawanan atas penyebaran agama tersebut dilakukan oleh orang-orang Mactan yang mengakibatkan tewasnya Magelhaens di Filipina.
Akhirnya, orang-orang Spanyol yang tersisa pun harus meninggalkan Filipina untuk kembali berlayar ke daerah Selatan. Dengan dua kapal yang tersisa, yakni kapal Victoria dan kapal Trinidad, mereka berlabuh di Maluku setelah melewati Kalimantan Utara. Di Maluku ini, mereka akhirnya berhasil menemukan rempah-rempah.
Bentuk Propaganda Jepang di Indonesia
Setelah Jepang secara resmi mengendalikan Indonesia pada tanggal 8 Maret 1942, mereka mulai menyusun pemerintahan untuk menjamin pendudukannya di sana. Selain itu, Jepang juga melakukan berbagai aksi propaganda untuk menarik simpati dari rakyat Indonesia.
Salah satu propaganda yang dilakukan oleh Jepang adalah membentuk Gerakan 3A yaitu Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Cahaya Asia. Menurut Abdul Salam dalam buku Menudju Kemerdekaan (1964), gerakan ini dibuat oleh Jepang untuk membantu upaya perang mereka melawan Sekutu dalam Perang Dunia Kedua.
Selain Gerakan 3A, pemerintah militer Jepang juga menyebarkan berbagai propaganda lainnya dan membentuk berbagai organisasi yang melibatkan orang-orang Indonesia, seperti Pembela Tanah Air (PETA), Heiho, Seinendan, Keibodan, Barisan Pelopor, dan masih banyak lagi.
Selama masa pendudukan Jepang, rakyat Indonesia mengalami banyak kesengsaraan dan kerugian. Jepang mengeksploitasi sumber daya alam dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang kejam seperti kerja paksa Romusha dan Jugun Ianfu.
Selama 4,5 tahun, kehidupan masyarakat Indonesia dan sumber daya alam di Indonesia dikuras demi kepentingan perang Jepang. Namun, pada akhirnya, Jepang mengalami kekalahan dan menyerah kepada Sekutu, yang memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Demikianlah pembahasan mengenai masa penjajahan Jepang di Indonesia, latar belakang masuknya Jepang, dampak yang disebabkan oleh Jepang pada rakyat Indonesia dan macam-macam propaganda yang dibentuk oleh Jepang demi memenangkan hati masyarakat Indonesia.
Pelajari lebih lanjut tentang sejarah Indonesia, mulai dari masa penjajahan hingga kemerdekaan dengan membaca buku sejarah Indonesia. Sebagai #SahabatTanpaBatas, gramedia.com selalu menyediakan berbagai macam buku berkualitas dan tentu saja dijamin original untuk Grameds. Jadi jangan ragu untuk membeli buku dari penulis favorit Grameds di gramedia.com!
Membaca banyak buku dan artikel tidak akan pernah merugikan kalian, karena Grameds akan mendapatkan informasi dan pengetahuan #LebihDenganMembaca.
Masa Penjajahan Jepang – Masa pendudukan Jepang di wilayah Nusantara (saat itu masih dikenal dengan nama Hindia Belanda) dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh Soekarno dan M. Hatta.
Pada bulan Mei 1940, saat awal Perang Dunia II, Belanda dikuasai oleh Jerman Nazi. Indonesia mengumumkan keadaan siaga serta mengalihkan ekspor untuk Kekaisaran Jepang ke Amerika Serikat serta Inggris.
Negosiasi untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat dengan Jepang gagal pada bulan Juni 1941 dan Jepang mulai menaklukkan hampir seluruh wilayah Asia Tenggara pada bulan Desember tahun itu.
Pada bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan dari Jepang untuk melakukan revolusi terhadap pemerintah Belanda. Sementara itu, pasukan Belanda terakhir yang dikalahkan oleh Jepang adalah pada Maret 1942. Masa penjajahan Jepang di Indonesia pun dimulai. Bagaimana permulaan dan sejarahnya?
Usaha Perlawanan Terhadap Penjajahan Bangsa-Bangsa Eropa
Keserakahan bangsa Eropa dalam memperoleh keuntungan, menimbulkan banyak pernderitaan bagi rakyat Indonesia. Pada abad ke-19, masyarakat Indonesia berupaya keras untuk melakukan perlawanan. Tujuan utamanya untuk mengusir penjajahan dari Nusantara. Namun sifat perlawanan lokal dari para raja atau sultan dan rakyat terhadap VOC masih sangat lokal.
Perlawanan yang terjadi paling banyak terhadap VOC dan Belanda, hal ini karena VOC dan Belanda memerintah dalam waktu yang sangat lama. Berbeda dengan Prancis dan Inggris yang hanya memerintah dalam waktu kurang dari 10 tahun.
1. Perlawanan Rakyat Maluku terhadap VOC
Pada tahun 1605, VOC bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan lokal berhasil mengusir Portugis dari Maluku. Awalnya VOC sangat disegani oleh rakyat Maluku. Namun, lama kelamaan VOC tak ada bedanya dengan Portugis, sikap VOC mulai semena-mena dan ikut campur dalam urusan kerajaan-kerajaan. Tindakan yang kejam dan sewenang-wenang dari VOC menyebabkan perlawanan dari rakyat.
Salah satu perlawanan yang terjadi yakni pada tahun 1635-1646, oleh masyarakat Hitu dan dipimpin oleh Kakiali serta Telukabesi. Perlawanan ini kemudian meluas ke Ambon, namun perlawanan mengalami kegagalan.
Pada tahun 1650, perlawanan juga dilakukan oleh rakyat Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said. Namun, lagi-lagi serangan tersebut bisa dipatahkan oleh VOC.hal itu dikarenakan VOC memiliki senajat dan pengorganisasian yang lebih baik.
VOC juga berusaha membuat perjanjian dengan Tidore pada tahun 1680. Tidore dianggap menjadi negara bawahan VOC, bukan lagi sekutu. Untuk menguatkan kekuasaanya, VOC mengangkat Putra Alam sebagai penguasa yang baru. Hal tersebut bertentangan dengan tradisi Tidore, dimana seharusnya Pangeran Nuku yang menjadi penguasa. Oleh karena itu Pangeran Nuku melakukan perlawanan bersama dengan rakyat.
Dalam perang tersebut, Pangeran Nuku mendapat dukungan dari Papua di bawah Raja Ampat, Halmahera, Seram Timur, serta Ternate. Oleh para pendukungnya, Pangeran Nuku kemudian diangkat menjadi Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Dengan gelar Sultan, maka perang melawan VOC pun semakin diperkuat. Selain mendapat dukungan dari penguasa lokal, Pangeran Nuku juga mendapat dukungan dari Inggris atau EIC. Dengan kekuatan yang besar, VOC berhasil dikalahkan dan Tidore dapat lepas dari penguasannya.
2. Perlawanan Rakyat Minahasa terhadap VOC
Di wilayah Minahasa (sekarang ; Sulawesi Utara) rakyat berperang melawan VOC. Perang tersebut terjadi dalam dua periode. Periode pertama pada tahun 1661-1664, yang terjadi karena VOC meminta Minahasa untuk membuka daerah yang digunakan untuk pembangunan benteng “Fort Amsterdam” dan pemukiman VOC. Rakyat Minahasa menolak permintaan tersebut, sehingga perang tak bisa dihindari. Pada akhirnya Belanda menawarkan perjanjian yang salah satu isinya adalah bahwa Minahasa membantu VOC untuk menyediakan beras dan kayu gelondong untuk membuat bangunan. Hal tersebut tentunya dianggap sebagai pemaksaan, oleh karena itu Minahasa tetap melawan.
Untuk melawan Minahasa maka VOC membendung Sungai Temberan sehingga air sungai meluap dan menenggelamkan pemukiman. Rakyat Minahasa pun memindahkan tempat tinggalnya ke Danau Tonando dengan membangun rumah apung, dan menjadikannya sebagai pusat kekuatan. Namun, rakyat di Tonando ini kemudian menghadai masalah penumpukan panen, karena tidak ada yang membeli. Sehingga mereka mendekati VOC agar mau membeli panen mereka, dan perang Minahasa itu akhirnya berakhir.
3. Perlawanan Kerajaan Gowa (Makassar) terhadap VOC
Usaha VOC di wilayah Gowa (Sulawesi Selatan) dimulai saar VOC yang berhasil mendirikan kantor dagang di Makassar pada 1607. VOC berusaha untuk melakukan monopoli perdagangan dan meminimalisir peran penguasa lokal. VOC mencoba memonopoli perdagangan dengan membatasi perdagangan dengan negara lainnya, seperti Spanyol dan Portugis. Hal tersebut mendapat perlawanan dari Raja Gowa yaitu Sultan Hasanuddin dan menyebabkan perang pada tahun 1666.
Untuk melawan Raja Gowa, Belanda melakukan kerja sama dengan Kerajaan Bone yang ingin melepaskan diri kekuasaan Gowa. Dengan kekuatan Kerajaan Bone yang didukung oleh Kerajaan Wajo dan VOC, Sultan Hasanuddin pun berhasil dikalahkan. Pada 18 November 1667, Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya, yang berisi:
Isi perjanjian tersebut sangat merugikan. Sultan Hasanuddin menolak dan mencoba kembali melawan. Namun perlawanan tersebut masih bisa diatasi VOC, bahkan benteng pertahanan rakyat Gowa berhasil diambil alih oleh VOC dan diubah namanya menjadi Benteng Rotterdam.
4. Perlawanan Kerajaan Mataram terhadap VOC
Sultan Agung merupakan sultan Mataram Islam. Sultan Agung sendiri merupakan raja dengan cita-cita untuk mempersatukan seluruh tanah Jawa dan mengusir kekuasaan asing. Oleh karena itu, Sultan Agung melakukan perlawanan pada VOC yang melakukan ingin memonopoli perdagangan di Jawa. Selain itu, sebab lainnya adalah karena VOC menghalangi kapal dagang Mataram yang akan berlayar ke Malaka, serta VOC juga menolak mengakui kedaulatan Mataram. Oleh sebab itu, Sultan Agung berencana melakukan penyerangan ke Batavia, pusat kekuatan VOC.
Di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa, Mataram menyerang Batavia, pada tahun 1628. Pasukan Mataram juga dibantu oleh pasukan lainnya, seperti pasukan Tumenggung Sura Agul-Agul , serta Laskar Orang Sunda dibawah Dipati Ukur. Namun, Mataram masih kalah dalam persenjataan sehingga masih mengalami kekalahan.
Namun Sultan Agung tidak menyerah, sultan melakukan serang yang kedua dengan meningkatkan jumlah kapal dan senjata, serta membangun lumbung-lumbung beras. Namun hal itu diketahui oleh VOC, dan rencana itupun digagalkannya. Perang tetap berjalan, benteng Hollandia berhasil dihancurkan, serta benteng Bommel berhasil dikepung. Akan tetapi, pada akhirnya dengan kekuatan VOC yang makin ditingkatkan maka Mataram berhasil dikalahkan.
Walaupun gagal dua kali melawan VOC, Sultan Agung tetap berusaha melakukan diplomasi dengan VOC. Hasil dari kesepakatan tersebut,VOC kemudian mengakui kekuasaan Mataram yang dibuktikan dengan pengiriman upeti secara berkala pada Mataram. Sebagai imbalannya, VOC diizinkan melakukan perdagangan di Pantai Utara Jawa.
5. Perlawanan Kesultanan Banten terhadap VOC
Banten merupakan daerah yang strategis dalam perdagangan Internasional. Hal itu membuat VOC ingin menguasai Banten, namun selalu gagal. Oleh karena itu VOC berpindah ke Malaka. Sehingga memunculkan persaingan antara Banten dan Batavia. Dibawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, ia berusaha memulihkan Banten sebagai bandar perdagangan internasional dan menyaingi VOC di Batavia. Beberapa cara yang digunakan Banten diantaranya ialah dengan pedagang Eropa lainnya, serta berhubungan dengan negara-negara Asia lainnya.
Untuk mengalahkan Banten, VOC melakukan pengepungan. Kapal Cina dan kapal dagang dari Maluku dilarang melanjutkan perjalanan ke Banten. Untuk membalas blokade itu, Banten juga mengirimkan pasukan untuk mengganggu serta merusak tanaman tebu VOC. Perlawanan Banten dan VOC ini kemudian diselesaikan dengan perjanjian damai pada tahun 1569.
Pada tahun 1680, Sultan Ageng kembali melakukan perang dengan VOC. Namun, dalam kerajaan Banten sendiri terdapat perselisihan antara Sultan Ageng dan Sultan Haji, yang kemudian dimanfaatkan oleh VOC. Sultan Haji yang didukung Belanda berhasil menggulingkan Sultan Ageng. Sebagai balas budi, Sultan Haji harus menandatangani perjanjian yang berisi:
6. Perlawanan Rakyat Ambon terhadap Belanda
Kebijakan Belanda sangat menyengsarakan rakyat. Salah satunya ialah aturan penyediaan garam dan ikan asin untuk kapal Belanda serta pembayaran hasil cengkih dengan uang kertas, namun penduduk diwajibkan membeli kebutuhan pokok dengan uang logam. Perlawanan di Ambon dan sekitarnya dipimpin Thomas Matulesi atau Kapitan Pattimura pada tahun 1817. Namun pemicu utama perlawan Pattimura ini adalah pemaksaan pemuda Ambon dan Saparua menjadi serdadu oleh Belanda yang dianggap pembuangan oleh rakyat.
Perang ini didukung oleh para pedagang dari Pulau Seram untuk berkomunikasi dengan daerah lain dan mendapatkan persenjataan. Namun Belanda yang dibantu oleh pasukan dari Ternate dan Tidore, berhasil mengalahkan perlawanan Kapitan Pattimura.
7. Perlawanan Diponegoro terhadap Belanda
Diponegoro adalah seorang bangsawan Kesultanan Yogyakarta. Beliau tidak suka Belanda sering ikut campur urusan kerajaan. Belanda juga membawa budaya barat seperti minum minuman keras, sehingga mulai menggeser adat dan budaya lokal. Rakyat juga dijadikan tenaga kerja paksa serta banyak kekejaman lain yang mereka lakukan. Hingga kemudian muncul seorang bangsawan bernama Raden Mas Ontowiryo atau disebut Pangeran Diponegoro. Hingga terjadilah perang yang disebut dengan Perang Diponegoro atau Perang Jawa pada 20 Juli 1825.
Perlawanan ini juga bermula dari sebuah insiden pemasangan patok untuk membuat jalan baru. Namun dengan sengaja, patok itu dipasang ditanah leluhur Pengeran Diponegoro. Sehingga Pangeran Diponegoro memerintahkan untuk mencabuti patok tersebut. Berawal dari insiden tersebut maka timbul perang. Untuk mengatasi perlawanan tersebut, belanda menerapka strategi Bentang Stelsel yang berhasil memecah kekuatan lawan dan para pemimpin lawan berhasil ditangkap. Hingga kemudian Pangeran Diponegoro setuju untuk melakukan perundingan dengan Belanda. namun hal itu hanya sebagai tipu muslihat Belanda untuk menangkap dan mengasingkan Pangeran Diponegoro.
9. Perlawanan Rakyat Bali terhadap Belanda
Perang di Bali ini terjadi dikarenakan perselisihan mengenai hukum tawan karang. Hukum tawan karang mengatur bahwa setuap kapal yang terdampar di pantai Bali akan menjadi milik penguasa daerah tersebut. Belanda yang kapalnya diambil oleh Raja Buleleng melakukan protes namun ditolak oleh Raja Buleleng. Sehingga pada tahun 1826, Belanda menyerang kerajaan Buleleng. Setelah menguasai Buleleng, Belanda meluaskan kekuasaanya dan mencoba merebut semua kerajaan di Bali. Hingga pada 1906 seluruh kerajaan di Bali berhasil jatuh ke tangan Belanda, setelah terjadi perang habis-habisan oleh rakyat yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik. Perang itu disebut dengan Perang Puputan.
9. Perlawanan Rakyat Banjar terhadap Belanda
Perlawanan rakyat Banjar dimulai ketika Belanda mengangkat Tamjidillah menjadi Sultan Banjar menggantikan Sultan Adam yang meninggal dunia. Rakyat Kesultanan Banjar menuntut Belanda agar Pangeran Hidayatullah yang merupakan pewaris sah, diangkat sebagai Sultan Banjar. Tetepi tuntutan tersebut tidak ditanggapi. Pangeran Hidayatullah, bersama Pangeran Antasari, dan Demang Leman memimpin rakyat Banjar melawan Belanda.
Dalam perlawanannya, Pangeran Antasari bersama para pejuang Banjar turut berhasil menenggelamkan kapal Onrust sekaligus para pemimpinnya di Sungai Barito. Pada tahun 1861, Pangeran Hidayatullah ditangkap Belanda dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kepemimpinannya kemudian diambil alih Pangeran Antasari.
Pangeran Antasari meneruskan perjuangan Pangeran Hidayatullah. Di tangannya, kualitas peperangan meningkat karena ada unsur agama. Pangeran Antasari wafat pada 11 Oktober 1862 karena penyakit cacar yang kala itu mewabah di Kalimantan Selatan. Ia wafat ketika mempersiapkan serangan besar-besaran terhadap Belanda.
Walaupun kebanyakan perlawanan yang dilakukan tidak mendapatkan hasil yang memuaskan, namun dapat diketahui bahwa sejak dahulu rakyat Indonesia telah memiliki jiwa nasionalisme yang kuat. Walau masih bersifat kedaerahan, namun telah menjadi langkah utama dalam perlawanan-perlawanan selanjutnya.
Baca juga : Usaha Mempertahankan Kedaulatan Negara Indonesia
Jangan lupa, kunjungi pula media sosial kami! Youtube : SD Strada Van Lith 1 Facebook : SD Strada Van Lith 1 Instagram : sdstrada_vanlith1
Kepemimpinan secara harfiah berasal dari kata pimpin. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam Negara karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan bergantung pada kepemimpinan tersebut. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya. Di Indonesia ada 7 presiden yang pernah memimpin Indonesia dan berikut adalah gaya kepemimpinan pemimpin Negara Indonesia dari masa ke masa.
Soekarno lahir pada 6 Juni 1902 di Jawa Timur, dari Raden Sukemi Sosrodihardjo dan R.A Ida Nyoman Rai, yang saat itu termasuk dalam keluarga bangsawan dan merupakan keluarga terhormat jika dilihat secara struktur sosial. Sebagai seorang pemimpin, Soekarno disebut sebagai sosok yang sempurna, terlebih dalam memimpin negara Indonesia yang sangat luas dan beragam ini. Soekarno tidak hanya berkharisma dan berwibawa, tetapi ia juga seorang cendekiawan dan ideolog. Jika melihat dari gaya kepemimpinannya, tidak diragukan lagi kalau Soekarno masuk dalam golongan pemimpin bergaya kharismatik, yang mana dirinya memiliki daya tarik, berwibawa serta energi yang luar biasa sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk menjadi pengikutnya. Soekarno sangat ahli dalam mengubah presepsi orang lain sehingga menjadi sama dengannya, serta mampu membuat mereka agar mau mengikuti perintah dan keinginannya dengan senang hati.
Presiden Pertama Indonesia ini juga dikenal sebagai seorang dengan temperamen yang meledak-ledak, tetapi mampu menularkan semangatnya yang besar ini kepada orang lain. Ia mampu membakar semangat seluruh rakyat dan menginspirasi mereka semua untuk berani melakukan hal yang diinginkan. Setiap orang yang mengikuti pemimpin dengan gaya yang sama dengan Presiden Soekarno biasanya memiliki keyakinan yang kuat bahwa pemimpinnya selalu benar, merasa sayang dan bangga dengan pemimpinnya, memiliki motivasi yang kuat untuk terlibat dalam misi kelompoknya, mau mematuhi pemimpin dan yakin bahwa mereka dapat berkontribusi bagi kelompoknya.
Kepemimpinan Soekarno memiliki prestasi untuk Indonesia yaitu:
Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto adalah Presiden kedua Indonesia yang menjabat dari tahun 1967 sampai 1998, menggantikan Soekarno. Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer “The Smiling General” karena raut mukanya yang senantiasa tersenyum dan menunjukkan keramahan. Meski begitu, dengan berbagai kontroversi yang terjadi, ia sering juga disebut sebagai otoriter bagi yang berseberangan dengannya. Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa Hindia Belanda dan Kekaisaran Jepang, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September 1965, Soeharto kemudian melakukan operasi penertiban dan pengamanan atas perintah dari Presiden Soekarno, salah satu yang dilakukannya adalah dengan menumpas Gerakan 30 September dan menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang. Berbagai kontroversi menyebut operasi ini menewaskan sekitar 100.000 hingga 2 juta jiwa, namun jumlah ini patut dipertanyakan karena korban dari Gerakan 30 September.
Soeharto kemudian diberi mandat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) sebagai Presiden pada 26 Maret 1968 menggantikan Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang terlama yang menjabat sebagai presiden Indonesia.
Selama hampir 32 tahun pemerintahannya Soeharto meletakkan pondasi pembangunan di Indonesia melalui Repelita. Dalam masa kekuasaannya, yang disebut Orde Baru, Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur. Dalam era ini masyarakat mendapati harga bahan-bahan pokok yang terjangkau dan situasi keamanan dan ketertiban yang terjaga, juga tercapainya Swasembada Beras. Hal ini ditandai dengan medali From Rice Importer to Self Sufficiency dari Food and Agriculture Organization (FAO) pada 1984 yang diterima Presiden Soeharto.
Soeharto juga merupakan sosok yang kontroversial karena membatasi kebebasan warga negara Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur, pemaksaan asas tunggal Pancasila di berbagai bidang, dan disebut sebagai salah satu rezim paling korup dalam sejarah dunia modern. Menurut Transparency International, estimasi kerugian negara adalah sekitar 15–35 miliar dolar Amerika Serikat selama pemerintahannya. Namun, hal ini tidak berhasil dibuktikan, bahkan Majalah Time kalah dalam gugatan dan usaha lain untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008.
Kepemimpinan yang berhasil meniscayakan adanya kemampuan untuk mewujudkan suatu visi atau teori menjadi realitas. Semakin terwujud suatu visi atau teori dalam realitas, semakin efektif pula suatu kepemimpinan telah dijalankan. Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie ialah jelas sosok yang penuh dengan rekam jejak keberhasilan dan milestone sebagai buah terwujudnya visi dan teori ke dalam realitas. Sosok multidimensional yang berpulang di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, di usia 83 tahun pada Rabu (11/9) itu meninggalkan begitu banyak jejak kepemimpinan. Bukan hanya sebagai Presiden ke-3 Republik Indonesia, lelaki kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936 itu semasa hidupnya meninggalkan begitu banyak inspirasi yang patut diteladani. Sebagai ilmuwan dirgantara, BJ Habibie merupakan manusia pertama bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di dunia, yang mampu memperlihatkan cara mengitung gejala perambatan retakan sayap pesawat terbang secara acak atau dikenal dengan istilah crack propagation onrandom hingga ke atom-atomnya.
Pencapaian itu membuat Habibie mendapat sebutan istimewa sebagai ‘Mr Crack’. Bukan hanya itu, di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, para ahli dirgantara juga mengenal Habibie yang melahirkan sejumlah teori terkait dengan pengembangan teknologi canggih di bidang tersebut, Karena itu, saat melepas jasad BJ Habibie ke peristirahatan terakhir diMakam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Presiden Joko Widodo pun memberikan penghormatan takzim kepada sosok genius dalam dunia dirgantara dengan penggilan istimewa tersebut. “Selamat jalan, Mr Crack.Selamat jalan, sang pionir,” ucap Presiden Jokowi.
Selain sebagai ilmuwan dirgantara yang dikenal luas, BJ Habibie juga dikenal sebagai muslim yang saleh. Sebagai pribadi muslim, banyak pula jejak kepemimpinan yang ditinggalkan almarhum. Sama seperti pencetus teori relativitas Albert Einstein yang berpendapat bahwa ilmu tanpa agama adalah buta dan agama tanpa ilmu lumpuh, BJ Habibie pun meyakini bahwa ilmu pengetahuan, keimanan, dan ketakwaan harus berada dalam satu kesatuan sinergis. Dalam konteks ini, jejak kepemimpinan Habibie pun begitu fenomenal. Selain dikenal sebagai pendiri sekaligus Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pertama, BJ Habibie juga merupakan sosok yang menginisiasi pendirian Bank Muamalat serta mengimplementasikan konsep perbankan syariah di Indonesia yang diterimasecara luas oleh umat Islam di Indonesia hingga hari ini.
H. Abdurrahman Wahid (lahir dengan nama Abdurrahman ad-Dakhil; 7 September 1940 – 30 Desember 2009) atau yang akrab disapa Gus Dur, adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Kepemimpinan Gus Dur bergaya kharismatik-transformasional yang dimana saat mengambil keputusan, Gus Dur menonjolkan sikap kharismatik yang dimiliki tetapi tanpa adanya kekerasan dan tekanan militer.
Kelebihan gaya kepemimpinan Gus Dur
Kekurangan gaya kepemimpinan Gus Dur
Prof. Dr. Hj. Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004. Megawati Soekarno putri meneruskan kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid yang terhenti ditengah jalan. Dalam kepemimpinannya, Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Megawati adalah seorang pemimpin yang memiliki berkepribadian yang kuat. Tidak mudah dipengaruhi oleh siapa pun, jika tidak sesuai dengan pikiran dan nuraninya tentang cita-cita NKRI. Baginya visi dan misi bagi pemimpin bangsa ini tak bisa lain dari visi dan misi yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Perubahan visi dan misi yang berbeda dengan Pembukaan UUD 1945 justru harus dicegah.
Megawati merupakan seorang yang tenang dengan kepribadian yang cenderung tertutup. Akan tetapi memiliki karakter dan wibawa yang kuat sebagai seorang pemimpin. Hal tersebut dapat dilihat dari kecermatannya untuk memahami berbagai konflik atau krisis yang terjadi dan kegigihannya dalam menekankan pemahaman anti kekerasan. Selama kepemimpinannya, Megawati juga dikenal tegas dan berpegang teguh pada prinsipnya yaitu berpolitik dengan ideologi, sesuai konstitusi, dan mengutamakan kepentingan rakyat (Sihaloho, 2019). Sikap yang dimilikinya berhasil membuat Megawati meraih berbagai prestasi selama menjabat sebagai pemimpin bangsa.
Merupakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan era demokrasi. Presiden SBY juga menegaskan, kalau dirinya cenderung untuk mengalah, lebih memilih melakukan berkompromi dan membuat consensus, karna SBY tidak ingin kepemimpinan Yang dijalankannya menjadi otoriter. SBY sosok pemimpin yang demokratis dalam mengambil keputusan selalu mengajak beberapa perwakilan bawahan, tetapi keputusan tetap berada di tangannya. SBY tipe pemimpin yang cermat dan berpikir matang sebelum mengambil suatu keputusan. Prestasi yang penting dicatat semasa kepemimpinan SBY yaitu keberhasilan menyelesaaikan batas maritim Indonesia dengan 2 negara sahabat yaitu singapura dan Filipina.
Joko Widodo atau yang dikenal dengan nama jokowi memiliki nama lengkap Ir. H. Joko Widodo. Beliau lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 21 Juni 1961. Masa kepemimpinan Jokowi mulai 20 Oktober 2014 sampai sekarang. Gaya kepemimpinan presiden Jokowi yaitu ada tiga gaya kepemimpinan Jokowi yaitu yang pertama adalah partisipatif yaitu selalu ikut atau terlibat dengan anggota saat akan mengambil keputusan atau kegiatan seperti tindakan blusukan yang serimg di lakukannya. Kedua yaitu karismatik yang dimana Jokowi dapat menyelesaikan masalah yang dapat menarik perhatian orang lain. Ketiga yaitu transornasional yaitu mengukur hubungan anggota dengan pemimpinnya sejauh apa.
Dalam masa pemerintahannya presiden Jokowi telah mampu mulai meratakan pembangunan yang ada di Indonesia yang dimana infrastruktur dibangun tidak lagi hanya fokus di pulau Jawa tetapi di luar Jawa juga. Presiden Jokowi juga memiliki citra seorang pemimpin yang dekat dengan mansyarakatnya serta presiden Jokowi juga memberlakukan program sosial seperti KIP dan BPJS yang tentunya sangat membantu masyarakat. Demikian identifikasi atau analisis gaya kepemimpanan presiden Indonesia yang memiliki gaya dalam memimpin yang berbeda dan juga hasil kerja yang berbeda, bagaimana pun gaya kepemimpinan presiden yang pernah memimpin di Indonesia tentu sangat membawa pengaruh pada negara dan masyarakat Indonesia. Dibalik kelemahan saat masa kepemimpinan presiden Indonesia, ada kelebihan dan keberhasilan yang diraih tentunya merupakan hasil kerja keras pemimpin negara.
(Opini ini pernah dimuat pada laman https://retizen.republika.co.id/)
Latar Belakang Jepang Datang ke Indonesia
Orang-orang Jepang sebenarnya sudah mulai masuk ke Indonesia sebelum Belanda menyerahkan wilayah tersebut pada tahun 1942.
Pada tahun 1937, dunia mengalami krisis ekonomi yang sangat parah. Namun, Jepang berhasil mengantisipasi dampak buruk dari resesi global tersebut. Menurut Onghokham dalam bukunya “Runtuhnya Hindia Belanda” (1987:30), Jepang adalah salah satu negara yang mampu selamat dari krisis moneter dunia.
Hal ini berbeda dengan Hindia Belanda yang saat itu sedang mengalami masalah ekonomi yang semakin parah. Karena situasi ekonomi yang buruk di Hindia Belanda, Jepang mampu masuk ke wilayah tersebut pada tahun 1938-1939 untuk berinvestasi pada pemerintah Hindia Belanda.
Selain itu, Jepang adalah salah satu negara utama yang menjadi tujuan ekspor komoditas dari Hindia Belanda yang didapatkan kekayaan alamnya di Nusantara.
Pada saat itu, Jepang menjadi pesaing negara-negara Eropa dalam perebutan pasar ekonomi, yang membuat mereka mampu masuk ke Indonesia pada tahun 1938-1939 untuk berinvestasi pada pemerintah Hindia Belanda.
Jepang masuk ke Indonesia dimulai pada bulan Oktober tahun 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan jabatan Konoe Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang.
Meskipun pada akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak ingin melawan beberapa negara sekaligus, namun pada pertengahan tahun 1941 mereka menyadari bahwa untuk menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara, mereka harus menghadapi Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda sekaligus.
Hal ini semakin diperparah dengan embargo minyak bumi yang dilancarkan oleh Amerika yang sangat dibutuhkan oleh industri di Jepang dan keperluan perang.
Laksamana Isoroku Yamamoto, yaitu Panglima dari Angkatan Laut Jepang, membuat sebuah strategi perang yang agresif, yaitu dengan mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar.
Kekuatan pertama, yang terdiri dari 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak, dan lebih dari 1.400 pesawat tempur, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii pada 7 Desember 1941.
Sementara itu, kekuatan kedua, yang terdiri dari sisa kekuatan Angkatan Laut Jepang, akan mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina, Malaya dan Singapura, yang kemudian dilanjutkan ke Jawa. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam waktu 150 hari dengan Admiral Chuichi Nagumo sebagai pemimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
Pada 8 Desember tahun 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang pada Jepang. Kemudian tiga hari setelahnya, Jerman menyatakan perang pada Amerika Serikat.
Hal ini menyebabkan Amerika Serikat bergabung dengan pasukan Sekutu dan terlibat dalam pertempuran di Eropa dan Asia Pasifik. Perang Pasifik ini juga berdampak besar pada perjuangan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia.
Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk mendapatkan sumber daya alam, terutama minyak bumi, untuk mendukung potensi perang dan industri mereka. Pulau Jawa direncanakan sebagai pusat dukungan untuk operasi militer di Asia Tenggara, serta Sumatra sebagai sumber minyak utama.
Jepang kemudian masuk ke Indonesia dan berhasil menduduki Tarakan yang kemudian diikuti pula dengan menguasai beberapa wilayah lain seperti Pontianak, Balipakakn pada 29 Januari dan 24 Januari tahun 1942.
Selanjutnya, pada 3 Februari 1942 dan 10 Februari 1942, Jepang berhasil mengambil alih Samarinda dan Banjarmasin dari Belanda. Setelah menguasai Kalimantan dan Maluku, pasukan Jepang melanjutkan ekspansi ke wilayah Sumatera.
Pada tanggal 14 Februari 1942, Jepang mengerahkan pasukan untuk menduduki Sumatera. Dua hari kemudian, tepatnya pada tanggal 16 Februari 1942, Palembang dan sekitarnya berhasil diduduki. Keberhasilan ini membuat Jepang semakin bertekad untuk menguasai Jawa.
Jepang menduduki daerah Teluk Banten di Jawa Barat serta wilayah Kragan di Jawa Tengah pada awal bulan Maret tahun 1942. Akhirnya, Batavia (Jakarta) yang menjadi pusat pemerintahan kolonial Hindia Belanda direbut pada tanggal 5 Maret 1942, diikuti dengan keberhasilan mereka mengambil alih Bandung dua hari kemudian.
Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda dan Jepang bertemu di Kalijati, dekat Subang, Jawa Barat untuk melakukan perundingan. Dalam pertemuan tersebut, Belanda setuju untuk menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
Pada waktu yang sama, Gubernur Jenderal dari Hindia Belanda yaitu Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan Letnan Jenderal Heindrik Ter Poorten, yang merupakan Komandan Angkatan Perang Belanda di Jawa, menyerahkan kekuasaannya atas wilayah Indonesia pada Jenderal Hitoshi Imamura sebagai wakil delegasi dari Dai Nippon.
Sejak saat itu, wilayah Indonesia berada di bawah pendudukan militer Jepang sampai Jepang kalah dalam Perang Asia Timur Raya, yang memungkinkan Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.